Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Puadi menyoroti metode lembaga survei di tengah tahun politik Pemilu 2024. Dia khawatir, lembaga survei memanipulasi metodenya karena pesanan politik.
“Jangan sampai nanti kelengkapannya sudah lengkap salah satunya berbadan hukum tapi diprosesnya di metodenya, misalnya kaitannya dengan sampling kan tidak sedikit ya kalau misalnya sampling itu dimanipulasi,” ujar Puadi saat diskusi ASPEPPI bertema ‘Menegaskan Posisi & Peran Lembaga Survei Menghadapi Pemilu 2024′ di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Menurut dia, jika sebuah survei dilakukan karena pesanan politik, maka data yang dibeberkan ke publik sudah tidak ilmiah. Dia mengatakan, tidak sedikit survei dilakukan karena pesanan politik.
“Ada pesanan nggak nih, kan tidak sedikit, khawatir nanti lembaga survei ada pesanan dari yang punya pesanan apa, kalau hal itu terjadi maka tidak ilmiah lagi apa yang digunakan dalam lembaga survei tersebut, karena prinsip ini harus jelas, metodenya harus jelas,” ucap Puadi.
Puadi mengatakan, lembaga survei mesti menjaga integritasnya terhadap kepentingan politik. Lembaga survei juga harus independen dan berpihak ke publik.
“Kemudian selain prinsip keterwakilan dan keilmiahan, bahwa parpol yang menjadi perhatian dalam lembaga survei dalam melakukan kegiatannya integritas itu yang utama,” ucap dia.
“Karena ini menyangkut kode etik, jadi kalau misalkan tidak memperhatikan integritas ini menyangkut persoalan keberpihakan. Jadi nanti tidak sejalan apa yang disebut independen, lembaga survei itu memang harus independen selain integritas yang utama,” kata Puadi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mewajibkan lembaga survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat untuk melaporkan sumber dana mereka kepada KPU RI.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang ditandatangani Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di Jakarta pada 11 November 2022.
Menurut anggota KPU RI August Mellaz, aturan mengenai pelaporan sumber dana lembaga survei itu bertujuan untuk memastikan hasil survei yang dibagikan kepada publik bersifat adil atau tidak berpihak kepada pihak mana pun, terutama mereka yang menjadi peserta pemilu.
“Ya biar kami tahu. Kalau misalnya berasal dari pasangan calon, peserta pemilu, hasil surveinya bagaimana pun akan dikonsumsi publik. Minimal lebih fair. (Dana) Lembaga survei dari pasangan calon atau dari peserta pemilu tentu punya tendensi tertentu. Kalau sumber dananya itu berasal dari di luar peserta pemilu, efeknya ke pemilih beda,” ujar August saat ditemui wartawan di Gedung KPU RI, Jakarta, Jumat(25/11/2022) seperti dilansir dari Antara.
Meskipun begitu, ia menyampaikan bahwa aturan tersebut hanya berlaku bagi lembaga-lembaga survei yang hendak mendaftarkan diri kepada KPU RI agar dapat memperoleh akreditasi dan terlibat melakukan survei terkait dengan Pemilu 2024.
Di samping untuk memastikan keadilan dalam hasil survei, ia menyampaikan bahwa aturan mengenai pelaporan pendanaan pemilu itu sebagai tindak lanjut pertanggungjawaban dari lembaga survei yang diakreditasi KPU RI sebagai suatu badan hukum.
“Yang jelas, dia badan hukum. Kemudian, dia proses keuangannya transparan, diaudit, menyatakan sumber dananya dari mana. Itu paling penting,” ucap August.
Sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 17 ayat (4) huruf g PKPU Nomor 9 Tahun 2022 disebutkan bahwa lembaga survei yang hendak mendaftarkan diri untuk memperoleh akreditasi dari KPU diwajibkan melampirkan surat pernyataan yang di dalamnya memuat sumber dana.