Kriminolog Haniva Hasna memberi pandangan soal Fajar Sad Boy yang viral karena kesedihannya ditinggal perempuan idaman.
Tak hanya dalam video singkat yang viral, di beberapa kesempatan, remaja 15 tahun itu juga acap kali mencurahkan isi hati sambil menangis.
“Postingan Fajar di media sosial bisa diartikan sebagai sadfishing. Sadfishing merupakan ungkapan emosional yang berlebihan yang dilakukan secara sengaja, seperti kesedihan, kesulitan, keluhan dengan tujuan untuk mendapat simpati atau perhatian dari orang lain,” kata kriminolog yang karib disapa Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Rabu 28 Desember 2022.
Jika dilihat aspek kepribadiannya, sadfishing adalah orang-orang dengan need succorance atau kebutuhan untuk diperhatikan dan disayang. Dengan kata lain, mereka berharap orang akan bersimpati dan merasa kasihan sehingga mau membantunya. Namun akan menjadi semakin sedih ketika tidak ada yang merespons.
Sadfishing ini umumnya terjadi pada seseorang yang tidak memiliki sahabat di dunia nyata. Atau hubungan yang buruk dengan keluarga sehingga tidak ada kontrol baginya dalam meluapkan emosi di media sosial.
Lantas apakah remaja seperti Fajar Sad Boy rentan menjadi korban kasus kriminal seperti penipuan?
Menurut Iva, pada dasarnya, korban kejahatan itu random (acak), siapapun bisa menjadi korban.
“Namun dalam hal ini, seorang remaja bisa menjadi victim dalam beberapa sikap yang dilakukan. Remaja bisa masuk dalam kategori participating victim yang artinya seseorang yang tidak berbuat jahat tapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya untuk menjadi korban,” jelas Iva.
Sikap yang Disukai Pelaku Kejahatan
Iva menambahkan, perasaan sensitif yang ditunjukkan dengan tangisan, keterpurukan, sikap tidak tegaan dapat dianggap sebagai kelemahan atau ketidakmampuan melakukan perlawanan dan penolakan.
“Sikap-sikap ini sangat disukai oleh pelaku kejahatan karena terdapat unsur-unsur inferior di dalamnya.”
Salah satu kejahatan yang dapat terjadi akibat sikap sadfishing adalah cyberbullying atau perundungan daring.
Sadfishing menjadi lumrah dilakukan oleh orang-orang yang merasa terganggu secara emosional, sedang mengalami masa sulit bahkan pura-pura sulit.
Perilaku ini membawa dampak negatif terhadap pelaku, di mana orang lain akan memberikan stigma negatif terhadap kondisi orang yang melakukan sadfishing tersebut.
Dalam kasus Fajar, stigma negatif lain kemungkinan akan hadir terhadap pihak yang dimunculkan sebagai sosok yang membuat duka lara seorang Fajar. Yang dalam hal ini, orang lain yang memberi stigma ini tidak mengetahui kebenaran berita tersebut.
“Reaksi pengguna media sosial terhadap suatu hal cenderung acak dan impulsif. Respons ini bisa diwujudkan dalam komentar negatif yang berakibat pada cyberbullying.”
Kondisi ini akan menambah beban berat bagi pelaku sadfishing. Yang awalnya hanya bermasalah dengan diri sendiri, setelah melakukan sadfishing menjadi korban cyberbullying dan stigma masyarakat.
Mudah Curhat dan Menangis
Sikap mudah curhat dan mudah menangis di depan siapapun yang ditunjukkan Fajar bisa saja setingan atau murni. Terkait setingan atau bukan, Iva mengatakan bahwa perlu penggalian lebih lanjut. Namun, sadfishing ini menjadi salah satu cara remaja dalam melakukan coping stress atau mengatasi stres, terlepas dipikirkan atau tidaknya dampak di kemudian hari.
Fajar yang baru menginjak usia 15 secara psikologis sedang dalam masa remaja. Ini merupakan periode penting dalam hidup karena suatu periode transisional, masa perubahan, masa usia bermasalah karena sedang mencari identitas diri.
Beberapa ahli menyatakan bahwa remaja sedang mengalami masa dreaded atau menyeramkan, masa unrealism, masa topan dan badai yang ditandai dengan penuh emosi dan meledak-ledak. Hal ini bisa muncul akibat pertentangan nilai.
Emosi yang menggebu-gebu ini adakalanya menyulitkan baik bagi si remaja maupun orang-orang di sekitarnya. Namun, emosi yang meledak ini juga berguna bagi remaja dalam menemukan identitas diri.
Respons orang-orang di sekitarnya akan menjadi pengalaman belajar bagi remaja untuk menentukan tindakan apa yang kelak akan dilakukan ketika menghadapi kondisi tertentu.
Menangis Bisa Positif Bisa Pula Negatif
Terlepas dari sikap Fajar, secara umum menangis tak selamanya negatif. Menurut Iva, laki-laki yang menangis sering dianggap lemah dan cengeng. Anggapan ini justru dapat melukai kesehatan mental.
Padahal, menangis adalah hal normal bagi setiap orang, tak peduli apa pun gendernya. Laki-laki yang kerap diajari untuk tidak menunjukkan tangisannya berisiko menganut toxic masculinity.
Menangis merupakan respons terhadap penumpukan zat kimia stres secara emosional dan air mata membantu menghilangkan zat kimia tersebut. Menangis memiliki efek positif pada tubuh.
Namun, menangis jadi negatif ketika dilakukan di hadapan banyak orang dengan tujuan tertentu dan menimbulkan reaksi tertentu.
Emosi itu tidak bisa dihilangkan, perlu disalurkan. Pemilihan sikap dalam menyalurkan emosi ini membutuhkan kontrol diri yang baik.